Lantas, Delik (PL 2000) mengatakan bahwa video ini bagus diantaranya untuk mengingatkan kita-kita supaya tetap memegang teguh komitmen untuk berkontribus bagi bangsa. Diskusi di-trigger oleh pertanyan Oom Bobby =D (PL 95) berikut:
"ngingetin org2 yang lg di LN spy berkontribusi thd Indonesia. "....a very interesting statement. i have a question, kawan2 yang bergabung di milis ini setelah selesai dengan pendidikan, apa harus pulang, mau pulang atau tidak mau (berusaha tidak) pulang.
Mula-mulanya beragam variasi atas pertanyaan ini
Putri (PL 2001) :
Kalau saya sih tidak ada kewajiban untuk pulang (dari pemberi scholar nya).. Dan maunya pulang.. cuman kalo ada tawaran ditempat lain untuk masa depan yang lebih baik, kenapa enggak ;p
Arief M (PL 2001), dengan agak diplomatis menjawab:
Saya stuju dgn pidato Presiden SBY swaktu konferensi PPIA sluruh dunia d Sydney tahun kemaren. Mnurut bliau, boleh bekerja d luar negeri tetapi hrs inget dgn Indonesia. In other words, we don't leave our roots. Mdh2an dgn jalan hidup yg kita pilih, bs memberi kontribusi sendiri bagi negara kita.
"Berkontribusi" apakah sama dengan "pulang"?
Delik (PL 2000):
Pada dasarnya statement 'berkontribusi thd Indonesia' TIDAK SAMA DENGAN statement 'pulang ke Indonesia'. Pulang ke Indonesia mungkin cara yg paling konvensional, lbh transparan, lbh mudah diakui utk berkontribusi . Namun, berkontribusi maknanya bs jauh lbh besar dr itu. Dalam beberapa kasus, org yg berada di LN kontribusinya bs jauh lbh besar drpd org yg kembali (apalagi kalo pulang ke Indonesia berkontribusinya hanya pd penambahan beban negara & jumlah koruptor hehe...). Perihal ini, kita bs ambil contoh gmn para pelajar India berbondong2 sekolah ke luar, khususnya US (bener ga mas Bobby?).
Apalagi misalnya mas Bobby mempertanyakan perihal guna GIS utk planning di Indonesia. Pada sisi lain, saya juga msh mengamati perkembangan dunia akademis/penelitian di Indonesia. Karena selama ini sy berkarier ga jauh2 dr dunia tsb. Sayangnya perhatian pemerintah & masyarakat Indonesia thd penelitian & pendidikan msh sangat minim. Dr penelitian PBB, Indonesia dikategorikan salah satu yg terendah dlm proporsi budget utk sektor ini, sekelas dgn negara2 termiskin di Afrika, sedih : (. Sayang juga jika ilmu, keahlian yg begitu sulit didapat & sangat dihargai di luar Indonesia kita tinggalkan begitu saja sepulang ke Indonesia nanti. Tentu ini tidak bisa digeneralisir lho. Khusus ke-plano-an ini, mungkin utk dunia praktis yg agak geser ke bidang2 ekonomi, pembangunan, pemberdayaan tampaknya msh prospektif. Tp ga tau kalo bidang2 akademis, research, pure planning, planning technology, dsj.
Namun, jika memang tinggal di luar dlm kondisi tertentu bisa menjadi alternatif, lalu bagaimana mekanisme 'kontribusi' ini bs kita jalankan secara real/transparan/accountable, khususnya dalam jangka panjang & perspektif kolektif bangsa?
Networking sebagai solusi
Agung D (PL 2001):
sepakat dengan statement "berkontribusi" tidak sama dengan "pulang".
hanya saja, dalam konteks berpikir saya (mungkin rada kolot hehe), "transparansi/akuntabilitas" yang disampaikan Delik perlu usaha yang cukup banyak bila dilakukan dari luar negeri. Saya tidak menafikkan kelemahan2 yang banyak sekali ditemui di Indonesia terkait kultur dan dana riset; saya juga tidak menafikkan ketertinggalan bangsa kita di bidang teknologi, sehingga penerapan program2 GIS mungkin lajunya tidak secepat dibanding ketika dipakai di luar negeri. Cuma, 'keterikatan' dengan tanah air itulah yang harus dibangun di mana pun seorang warganegara tinggal.
Jadi kalau bayangan saya, mau di luar ataupun di dalam negeri, semua WNI yang berpendidikan tinggi bisa berpedoman pada platform yang sama. Misalnya isu pembangunan di Indonesia yang terkait keplanologian sekarang adalah penerapan GIS yang 'ga up to date'. planner2 yang menjadi praktisi GIS di LN mungkin bisa mensupply informasi kepada koleganya, sesama praktisi GIS, di Indonesia. Untuk kemudian yang di Indonesia ini mengembangkan sesuai konteks negara kita. Dalam hal ini, jaringan (network) menjadi penting untuk membuat "ikatan" yang saya kemukakan di atas. Sehingga masing2 tidak berjalan sendiri2, melainkan bekerjasama secara terorganisir untuk sedikit berkontribusi bagi tanah air.
Saut (PL 1996) menimpali:
setuju dengan pendapat Agung bahwa perlu ada keterikatan yang tetap tinggi terhadap tanah air, khususnya dalam konteks sumbangsih keilmuan yang disebutkan di atas.
utk praktisi GIS sendiri, sebenarnya RS-GIS Forum sudah cukup profesional dalam mewadahi diskusi-diskusi / berbagi keilmuan tentang GIS untuk kebutuhan indonesia. termasuk juga yang
perlu dicatat ketika tsunami terjadi di Aceh dan Gempa di Jogja, mereka melakukan kompilasi peta-peta dasar / tematik yang berguna buat kebutuhan mendesak pasca bencana di kedua tempat di atas. Pak RA (Roos Akbar) sendiri termasuk salah satu peserta di sana dan kadang2x memberikan kontribusi ketika ada pertanyaan terkait dengan tata ruang.
kelebihan forum yang saya sebutkan di atas adalah itu sudah menjadi lintas disiplin (geografi, geologi, planologi, geodesi, kehutanan, dll) dari para pengguna GIS dan juga tentunya lintas universitas. utk
bidang planning sendiri, saya belum ketemu forum serupa yang seaktif ini di Indonesia. mungkin ada yang tahu?
Adiwan (PL 2000):
Menanggapi email sebelumnya, saya ikut dalam forum tsb. Meskipun saya hanya ikut forum RS-GIS forum (jadi tidak ada perbandingan), saya kira milis dan forum ini sangat aktif. Benar yang dikatakan mas Saut bahwa di forum tsb sangat lengkap background membernya, ada geologi, geografi, geodesi, kehutanan, pertanian dll.silakan dicoba untuk membuktikan
menanggapi email Agung dan Delik, saya kira dinegara manapun kita berada, kita bisa tetap berkontribusi
untuk negara. yang penting kita memang niat dan mau aktif berkontribusi. Pernah ada teman dari jurusan
T.Penerbangan bilang bahwa dosennya yang alumni suatu univ di USA membawakan proyek bagi jurusan dan IPTN.
saya rasa dimanapun orang terdidik itu berada, tidak menjadi masalah.lagipula bagaimana dengan kasus
misalnya orang terdidik itu ahli dalam bioteknologi, sementara LIPI/Dept pertanian/lembaga eijkman atau perusahaan swastapun blm siap mengembangkannya khawatirnya ilmu yang didapat menguap begitu saja (dan ini sudah sangat umum saya lihat,,,).
Beberapa pelajaran yang bisa dipetik ...
Bobby (PL 95) :
terima kasih atas tanggapannya dari pertanyaan saya. sukur mendengar sudah tidak ada lagi pola pikir jaman orde baru Alm.H.M.Soeharto, yang kebanyakan sekolah tinggi2 di luar negeri (walaupun kebanyakan sekolahnya ga jelas mutunya!) hanya untuk pulang dan berharap jadi menteri.
kawan2 di milis ini kebanyakan tidak merasa harus pulang kecuali diharuskan oleh sponsor. pesan saya:...CARILAH PELUANG DAN COBALAH UNTUK BEKERJA DI LUAR INDONESIA. jurusan kita tercinta planologi, menurut saya adalah jurusan yang paling sedikit proporsi lulusan nya yang bekerja dan berkarir di luar indonesia. jangan jauh2 sama lulusan ilmu kebumian seperti tambang, minyak, dsb. yang keliatannya sangat gampang untuk dapat kerja di luar....kita kalah dengan tetangga dekat kita jurusan Arsitektur. Arsitektur itu mengirimkan seorang tukang tarik garis hampir setahun sekali ke sebuah perusahaan di Baltimore.
kenapa kita kalah? saya pribadi beranggapan karena kita itu terlalu di nina bobokkan untuk menjadi policy maker ketimbang betul2 mengerti masalah teknis. teknis tidak harus murni perencanaan fisik ya. kalo memang sesumbarnya kita itu mau menjadi PT kelas dunia, artinya jurusan PL kita pun harus siap mencetak planners yang bisa ditarik bekerja di luar indonesia. ga jaman nya lagi lah kayak Alm bapakku yang kerja PNS 30 tahun punya anak 4 terus pensiun pangkat 4 E. that is a good life....but it aint my life!
intinya...kalo saya pribadi tidak terlalu muluk mau kontribusi GIS ke indonesia...yang saya inginkan bagaimana saya pribadi bisa bantu kawan2 yang berkeinginan untuk datang ke amerika, sekolah dan bekerja disini. i am not planning to change the planning world...i'm just planning to plan my life.
Agung D (PL 2001)
om Bobby ,wow, straightforward hehe
siip deh mas, saya dukung usahanya untuk meng-encourage rekan2 pl itb untuk melanglangbuana
ide yang bagus
banyak yang kerja di luar, banyak hal2 baru yang bisa diupdate
saya jadi terbuka wawasannya dengan pendapat mas Bobby
saya pribadi masih dalam kebimbangan untuk memutuskan langkah selanjutnya setelah master ini
hehe, kebiasaan "let it flow"..
yang jelas, saya yakin dengan banyaknya alumni pl di luar negeri, bisa mempersolid jaringan dan juga memperlancar arus informasi
seperti yang kita lakukan sekarang
Bobby (PL 95)
terima kasih. Insya Allah semakin banyak armada jacket maroon kita yang bisa berkarya di luar Indonesia. om agung betul sekali, semakin banyak kita di luar, semakin flavor yang bisa kita tawarkan. saya pribadi mencoba berkontribusi sebisanya. ditunggu langkah selanjutnya setelah master. "let it flow" itu banyak makan umur...jadi hati2...hahaha
Agung D (PL 2001)
o ya, sekalian mau nambahin
kemarin saya dapet cara pandang baru tentang kontribusi bagi indonesia
kalau lihat india, dia punya dignity yang tinggi, bahkan dalam berhubungan dengan amerika sekali pun
cerita punya cerita
waktu musibah tsunami kemarin, rencananya Bill Clinton sebagai duta amerika mau nyambangin wilayah India yang terkena tsunami sekaligus mau ngasih bantuan
lucunya, nih duta pada akhirnya "dikurung" di New Delhi aja, n ga boleh dateng ke wilayah yang terkena tsunami
katanya India mencium ada udang di balik batu dalam bantuan amerika itu. jadi, daripada ujung2nya India disuruh nurut2 sama amerika, mereka pilih ga terima sumbangannya
kok berani ya India? hehe, saya ga punya data statistiknya... cuma denger2 lagi, sarjana india banyak yang ngantor di sillicon valley. SO, kalau pemerintah India mau narik sarjana-sarjananya, bisa jadi dampaknya cukup besar bagi amerika
Dalam konteks ini, harga diri sebuah bangsa juga bisa dibantu dengan mendunianya kualitas sarjana2 bangsa tersebut. Jadi saya kasih "compliment" buat pendapat mas bobby. Cumaa, dengan syarat... sarjana2 Indonesia memiliki keterikatan kuat dengan tanah airnya.
Resume
Secara umum, pelajaran yang bisa dipetik dari diskusi ini adalah: tidaklah penting apakah kita berada di Indonesia atau pun di luar negeri, selama kita masih bisa membuktikan kontribusi kita bagi tanah air, maka bekerjalah di mana pun kita bisa. Kita mafhum akan adanya keterbatasan pemerintah kita dalam hal riset, di sisi lain kita juga tidak mau kemampuan kita yang sudah susah payah didapat dari studi di luar negeri meguap begitu saja. Kompromi dapat dilakukan dengan membangun jaringan yang berisi ahli-ahli sebuah bidang ilmu lintas negara; misalnya praktisi GIS Indonesia yang tersebar di beberapa negara membentuk milis RS-GIS Forum. Untuk bidang2 keilmuan lain, diharapkan “networking” seperti ini juga segera dimulai. Ada komentar dari pembaca?
Editor: Agung '01
1 comment:
bagus artikelnya... kontribusi bukan berarti pulang ke indo.. setuju.
cerita dong lebih banyak mengenai kuliah sambil kerja di Luar negeri.
thanks.
st.andrew@telkom.net
Post a Comment