Tuesday, 1 April 2008

From compact city to growth management

Diskusi berikut ini dipicu dari pertanyaan rekan Ghulam yang ingin mengkaji kemungkinan penerapan konsep compact city di Bandung Timur.

Definisi dan kriteria compact city

Agung Wah: '[untuk melihat] seberapa compact atau seberapa sprawl pola dan struktur tata ruang... bisa coba pake GIS terutama arcGIS... Sederhananya, di ArcGIS di Spatial Analyst tools ada fungsi DENSITY, nah kemaren saya nyoba utk buat density kepadatan bangunan, and it's quite ok. Hasil di petanya, adalah kepadatan "kawasan terbangun/luas area". Nah, [kita] langsung bisa klasifikasiin..., kepadatan yg seberapa yg [kita] mau utk disebut DENSE or MODERATELY DENSE etc. Dan kerennya, ini ga terbatas wilayah administratif, jd batasnya fungsional dan continue...

Delik: 'Compact city sbnrnya konsep yang tradisional kalo di Eropa. Kyknya secara praktek sudah diterapkan sejak jaman pertengahan (walled cities). Konsep dasarnya pembangunan keruangan kota yang efisien. Beberapa indikasi umum:
- pembangunan intensif. Bisa dibilang "musuhnya" sprawl.
- pemisahan yang tegas antara kota (terbangun) dan desa (tdk terbangun), dulu batasnya benteng, di jaman modern bisa green buffer atau sejenisnya.
- jarak perjalanan komuting yang pendek, atau meminimalisasi long distant daily travel. Di belanda dulu di desain jarak batas kota ke pusat kotanya tidak lebih dari 30 menit mengendarai sepeda'.

Saut: '... apakah kriteria "compact city" dihitung berdasarkan kepadatan dari bangunan-bangunan yang ada? Atau juga ditinjau sejauh mana infrastruktur2x juga tersedia secara merata? Misalnya adanya sistem pergerakan yang bagus (transportasi) sehingga mobilitas bisa tinggi? Sebagai contoh Osaka, adalah kota yang besar (padat), penduduk > 8 juta jiwa. Tapi kemacetan tidak ditemui di sana karena subway (sampe beberapa lapis), melingkari kota dan juga dari ujung timur - barat dan utara - selatan. Tapi tentu berbeda dengan Jakarta, walaupun padat, tp ketersediaan prasarana penunjang tidak mencukupi'.

Kritik terhadap compact city

Delik: 'Sbnrnya ide compact city sudah banyak dipersoalkan di berbagai artikel/buku, khususnya di Belanda sejak akhir 90an. Belanda sendiri yg terkenal sbg salah satu negara yg paling compact kota2nya sdh tdk menggunakan asas ini sbg filosofi utama kebijakan penataan ruang (krn juga menguatnya market, globalisasi, teknologi trans&kom dll)'.

Niken: '... compact city memiliki beberapa karakteristik seperti high density, mix-land-use, dan proximity. Soal kedekatan jarak, sebenarnya di jaman modern ini masih penting juga, karena warga kota diharapkan dapat melakukan pergerakan dengan jalan kaki atau naik sepeda. Memang dengan adanya teknologi, kita bisa menempuh jarak lebih jauh dengan waktu lebih minim. Tapi teknologi yang diutamakan adalah penggunaan mass-transportation, karena penggunaan kendaraan pribadi tentunya lebih boros energi.
Salah satu kelemahan dari konsep compact city ini adalah ia memang mengurangi jarak dan energi yang dibutuhkan untuk pergerakan horisontal, namun justru meningkatkan pergerakan vertikal seperti lift, eskalator, dll. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan konsep 'hemat energi' yang dituju.
Ada juga yang mengkritik melalui fenomena urban heat, atau suhu panas yang ditimbulkan oleh kumpulan gedung2 tinggi tersebut. Maaf, berhubung saya belajarnya di bidang environment, jadi hampir setiap konsep perencanaan selalu dihubungkan dengan penghematan energi dan global warming, dst.
Selain itu, kemampuan sebuah area untuk menampung dan menyediakan basic service bagi penduduk dengan kepadatan tinggi tentunya seringkali menjadi masalah tersendiri, terutama di negara berkembang'.

AgungMah: 'bila memang demikian adanya dengan konsep "compact city", maka rasanya itu sudah usang sebab, benar apa yang disampaikan Delik, perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi membuat jarak menjadi "meaningless" benar juga yang disampaikan Niken tentang mobilitas yang tinggi secara vertikal. Dalam era "competitiveness" sekarang ini, batas antar wilayah menjadi tidak jelas ambil contoh Amsterdam di Belanda saja Amsterdam itu join di sekurang2nya 2 grup metropolitan besar Amsterdam Metropolitan Area (Amsterdam dan kota2 sekitarnya) dan Randstad (Amsterdam, Utrecht, Rotterdam dan Den Haag) belum lagi skala eropah, amsterdam juga bergabung dengan beberapa jaringan kota2 besar ini dengan tujuan untuk meningkatkan kompetisi dan membangun imej baru kota yang pada akhirnya, berusaha "menangkap" kapital2 asing untuk masuk ke dalam kota.
... kembali ke pertanyaan ... menerapkan "compact city" di bandung timur kemungkinan besar untuk mengurangi kemacetan ... mungkin lebih baik ... diarahkan ke perbaikan sarana transportasi publik sebab membatas2i bagian kota dengan ide "compact city" sudah tidak mungkin lagi sepertinya karena batas itu kian lama kian permeable, dan "commuting" adalah hal yang jamak menjadi tidak jamak, ketika kemacetan yang ditimbulkannya bikin orang2 stress '.

Studi Banding

Saut: '... mengacu dari definisi / konsep yang disebutkan Delik tsb sebagian besar bisa ditemui pada kota2x di Belanda. Terutama bukan kota-kota besarnya.
Tp definisi intensif yang disebutkan sempat membuat saya berpikir dalam konteks kepadatan pemanfaatan ruangnya. Di Belanda, sekalipun padat (banyak apartement sehingga dengan lahan yg sedikit banyak yg bs ditampung. Selain itu sistem zoning di dalam kotanya jelas. Hasilnya ruang terbuka, taman, jalur2x hijau, pedestrian tersedia dengan luas dan nyaman.
Sedikit berbagi tentang kondisi di Jepang, walaupun lahannya lebih luas daripada Belanda (kira-kira seluas Sumatera), ruang terbuka tidak tersedia begitu banyak seperti di Belanda. Alasannya karena sebagian besar topografi di Jepang adalah pegunungan / perbukitan. Karena itu di kota, pemanfaatannya begitu intensif. Selain itu pola perumahan di sini (Osaka dan Kyoto) masih sebagian besar penduduk tinggal di rumah - satu atau dua lantai. Mungkin itu terkait dengan kebiasaan masyarakat yang tinggal dalam satu family, jadi lebih memilih rumah dibanding apartment. Tp daerah perbukitan / pegunungan di"bebaskan" dari pemanfaatan. Tidak seperti di daerah Bopunjur, banyak villa ditemukan di "slope" yg terjal, di Jepang daerah perbukitannya hijau dan menjadi konservasi, atau paling tidak hanya menjadi tempat di mana kuil2x Budha / Shinto berada.
Tambahan lain, ruang terbuka yang tersedia juga, banyak ditemukan di sepanjang sungai.
Alasan lainnya mungkin kenapa tidak banyak ruang terbuka yang luas jg karena sistem kota di sini tidak seperti di Eropa, dimana terdapat satu areal yg luas yg didedikasikan sebagai "centrum / zentrum".
Dari segi transportasi sendiri, didominasi dengan penggunaan subway (train / metro), sehingga walaupun padat, tidak menjadi masalah utk mobilitas. Jarak 30' yang disebutkan utk naik sepeda seperti di Belanda bs ditempuh dari luar kota ke dalam kota. Seperti saya saat ini tinggal di kota Uji (bukan Kyoto), tp ke Kyoto, sekitar 45' bisa...'.

Delik: '... Ga cuma di Jepang, di Eropa juga kok (termasuk Belanda). Bahwa jarak perjalanan 30 mnt pd th 1900 beda dgn sekarang. Di belanda jg sama di daerah konurbasi-nya (Amsterdam-rotterdam-den haag) transport utama bukan lg sepeda, tetapi subway. Jadi perkembangan inovasi/teknologi di bidang transport (& komunikasi) memang telah menjadi salah satu kunci kritik thd konsep compact city. Bahwa efisiensi tdk hanya bs dilihat dr jarak fisik, sekarang elemen waktu lbh penting drpd sekedar jrk fisik, dst.

Niken: '... buku teks untuk Compact City di negara berkembang yang cukup populer dan standar adalah Compact Cities: Sustainable Urban Forms for Developing Countries (Mike Jenks & Rod Burgess, 2000). Isinya adalah kompilasi tulisan2 tentang penerapan Compact City di kota-kota besar di negara berkembang...'.

Compact city, compact development, atau growth management/smart growth?

Adiwan: '... kalau tidak salah, compact city itu konsep kota yang semuanya dalam areal yang sama, mungkin contohnya Suntec city di Singapur(apartment, kantor, shopping dalam satu tempat yang sama) atau Mall Taman Anggrek atau mungkin juga kota benteng seperti yang delik katakan.
sedangkan perkotaan di Jepang atau eropa apakah bisa dibilang compact city? bukankah kota memang spt itu, antara kota satelit dgn kota utama memang 1/2 jam-2 jam karena untuk kommuting. contohnya tanggerang-jakarta 1 jam, kabupaten bandung-kota bandung 1/2 jam, croydon-melbourne 1,5 jam. katanya New Jersey-New York juga segitu...'.

Saut: '... Artinya dalam satu tempat yang sama (bangunan), terdapat multifungsi dimana kegiatannya saling terkait, misalnya pusat belanja, kantor, apartemen, (pendidikan?), hiburan, dll.
Nah apakah ini "modern compact city"?
Tadi tanggapan saya tentang kota-kota di Jepang sebagai contoh, adalah bila kategori yang dinilai adalah "kepadatan". Mengenai Belanda, karakteristik kota2x di sana sebagian besar seperti yang disebutkan Delik. Karena itu hampir semua orang memiliki sepeda, karena sepeda adalah moda transportasi yang dipakai utk ke kantor, belanja, jalan2x. Jadi bisa dibayangkan berapa besar kotanya jika dalam waktu 30' bs ditempuh dengan sepeda bukan. Tp di Rotterdam dan Amsterdam dimana kotanya besar / metropolitan biasanya menggunakan bus / tram / metro. Jadi kalaupun sepeda digunakan di kedua kota besar di atas, biasanya sepeda portable (dilipat dan dibawa2x)'.

Delik: 'Meski filosofinya (efisiensi dst) mungkin mirip, compact city berbeda makna dengan compact development (yg dicontohkan Adiwan). Setidaknya mungkin berbeda pd level keruangannya. Kalo compact devt cenderung pd skala area/zone dlm kota, kalo compact city pd skala kota scr keseluruhan. Sementara isu2 yg kawan2 sebutkan (transport dsb) berkonsekuensi konsep perkotaan pd skala lbh tinggi, yaitu wilayah/metropolitan, dan memang yg terakhir ini sy pikir sekarang lg hangat kyknya'.

Bobby: 'compact city itu ada perlu nya juga walaupun batas semakin tidak nyata karena perkembangan 3T (transportation, telecommunication and technology). tapi dengan adanya "doktrin" sustainable development, bentuk kota itu diharapkan tidak mubazir membangun ruang hanya untuk jalan, tempat parkir, dll. mixed land-use , high-rise development dianggap sebagai salah satu solusi. saya pernah mendengar Portland, OR banyak dijadikan contoh negara2 maju. tapi ya konsekuensi logisnya: harga tanah/rumah itu jadi mahal.
atau mungkin yang saya bayangkan ini bukan compact city? atau mungkin SMART GROWTH?'

Delik: 'Iya, di US "doktrin" yg dimaksud Bobby tsb akhir2 ini terkenal dgn panggilan "new urbanism".
Smart Growth itu salah satu bentuk Growth Management, dari US jg. Selain Portland, yg biasa jd contoh kalo ga salah Seattle. Mungkin maksudnya sama2 aja, cm kalo compact city khas-nya Eropa. Beberapa perbedaan diantaranya compact city berdimensi kuatnya long-term (cenderung top down) planning, kalo smart growth lbh ke urban management pd level lokal dan regional (jg kadang state). utk yg terakhir, sy inget bukunya Cullingworth (Planning in the USA)'.

Editor: Delik

No comments: